![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJS-NQsX9oajk5dCE-BpJemXRP7SyQ42NlUV5ZuglC79yUlG5p6L2Qbh0MU6n-rHdY9UtRcnyHYPHenMyH6FLilUiTs83NAM7SETe2FE6nHu3I2vMrGg0O6mFP2gvkiei06xSOZrlDXQ/s320/1004482_602645736425576_1482323772_n.jpg)
Ignasius Loyola lahir di Azpeitia di daerah Basque,
Propinsi Guipuzcoa, Spanyol Utara pada tahun 1491. Putera bungsu keluarga
bangsawan Don Beltran de Onazy Loyola dan Maria Sanchez de Licona ini diberi
nama Inigo Lopez d Loyola.
Semanjak kecil hingga masa mudanya, Ignasius
mengecap kenikmatan hidup mewah dilingkungan istana. Dia dididik dalam tradisi
dan kebiasaan istana yang ketat. Pada tahun 1517, ignasius menjadi tentara
Kerajaan Spanyol. Empat tahun kemudian, pada tanggal 20 Mei 1521, Ignasius
menderita luka parah terkena peluru ketika mempertahankan benteng Pamplona dari
serangan tentara Perancis.
Penderitaan fisik dan mental hebat ini ditanggungnya
dengan sabar dan berani dalam perawatan selama hampir satu tahun. Masa pemulihan
kesehatannya yang begitu lama menjadi baginya suatu masa ber-rahmat, dimana ia
menemukan ambang pintu bagi kehidupannnya sebagai ‘manusia baru’.
Selama masa perawatannya, ingin sekali dia menghalau
kebosanannya dengan membaca buku – buku kepahlawanan. Sayang sekali bahwa buku –
buku yang ingin dibacanya tidak tersedia disitu. Satu – satunya buku yang
tersedia ialah buku tentang kehidupan kristus dan para orang kudus. Demi memuaskan
keinginannya, ia terpaksa menjamah dan membolak – nalik buku itu.
Tanpa disadarinya apa yang dibacanya terbenam dan
mulai bersemi dalam lubuk hatinya. Kalbunya serasa sejuk bila menekuni bacaan
itu. Lambat laun ia memutuskan untuk menyerahkan sisa hidupnya pada Tuhan sebagai
Abdi Allah. Ia tidak ingin lagi menjadi pahlawan duniawi. Kepribadiannya berubah
secara total. Dari suatu cara hidup duniawi yang sia – sia, ia menjadi seorang
rohaniwan yang melekat erat pada Tuhan dalam cinta kasih yang mendalam. Ia bahkan
bertekad melampaui pahlawan – pahlawan suci lainnya.
Pada tahun 1522, Ignasius pergi ke biara Beknediktin
Montserrat. Timur laut Spanyol. Selama tiga hari berada disana, ia berdoa
dengan tekun dan memohon ampun atas semua dosanya di masa silam. Semua miliknya
diberikan kepada orang –orang miskin. Niatnya yang sungguh untuk mengabdi
kepada Tuhan dan sesama ditunjukkan kepada meletakkannya dibawah kaki altar
kapel biara itu, pada tanggal 24 maret malam hari.
Keesokkan harinya setelah merayakan ekaristi dan
menerima komuni kudus, Ignasius pergi ke sebuah gua dekat Manresa. Di gua ini
dia mengalami masa tenang dan damai menyenangkan. Dan gua ini jugalah yang
menjadi kelahiran baru baginya sebagai ‘manusia baru’. Meditasi dan doa –
doanya selama berada di gua ini mengaruniakan kepadanya suatu pemahaman yang
baru tentang kehidupan rohani. Pemahaman ini diabdikan dalam bukunya berjudul ‘
Latihan Rohani’ yang masih relevan hingga sekarang.
Dari Manresa, Ignasius bermaksud berziarah ke Tanah
Suci untuk mentobatkan orang – orang yang belum mengakui Kristus. Niat ini
dibatalkan kerena kondisi negeri Palestina yang tidak memungkinkan. Sebagai gantinya,
ia kembali ke Barcelona, Spanyol. Pada tahun 1524, Ignasius semakin yakin bahwa
tugas pelayanan bagi Tuhan dan sesama perlu didukung oleh pendidikan yang
memadai.
Karena itu, selama 10 tahun ia berjuang memperkaya
dirinya dengna berbagai ilmu pengetahuan. Ia belajar di Aicala de Henares (1526
– 1527), Salamanca (1527 – 1528) dan Paris ( 1528 – 1535) hingga memperoleh
gelar sarjana pada tanggal 14 maret 1535. Masa pendidikan ini menjadikan dia seorang
yang berkepribadian matang, penuh disiplin, dan berpengetahuan luas dan
mendalam.
Kepribadian dan berpengetahuan itu sangat penting bagi
peranannya sebagai pemimpin dikemudian hari. Kadang – kadang ia memberikan
pelajaran agama serta bimbingan rohani kepada orang – orang yang datang
kepadanya. Tetapi kegatannya itu menimbulkan kecurigaan para pejabat Gereja. Sebab,
tidak lazim seorang awam mengajar agama dan spiritualitas.
Karirnya sebagai Abdi Allah dimulainya dengan
mengumpulkan beberapa orang pemuda yang tertarik pada karya pelayanan kepada
Tuhan dan GerajaNya. Pemuda – pemuda yang menjadi pengikutnya yang pertama,
antara lain Beato Petrus Faber, Santo Fransiskus Xaverius, Diego Laynez, Simon
Rodriguez, Alonso Salmeron, dan Nikolas Bobadilla. Kelompok pertama dari
serikat Yesus ini mengucap kaul hidup religius dikapel biara Benediktin di
Monmarte.
Selain mengikrarkan ketiga kaul hidup membiara; kemurnian,
ketaatan dan kemiskinan. mereka pun mengikrarkan kaul tambahan.yakni keseian
menjalankan karya misioner di Tanah Suci di antara orang –orang Islam. Ignasius
sendiri kemudian ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 24 Juni 1537.
Karena misi di Palestina tak mungkin diwujudkan akibat
perang waktu itu, maka kaul tambahan ‘kesediaan menjalankan karya misi di Tanah
Suci’ dibatalkan dan diganti dengan ‘pengabdian khusus kepada Sri Paus’. Untuk itu
Ignasius bersama rekan – rekannya menawarkan diri kepada Paus Paulus III (1534 –
1549) unutk mengerjakan tugas apa saja yang diberikan oleh paus, dimana saja
dan kapan saja.
Pada tanggal 27 September 1540, Paus Paulus III
merestui kelompok Ignasian, yang kemudian dikokohkan menjadi sebuah serikat
kerohaniwan dengan nama Serikat Yesus. Ignasius sendiri diangkat sebagai pertama
dalam sebuah upacara di Basilik Santo Paulus. Selama 15 tahun (1541 – 1556)
memimpin Serikat Yesus, Ignasius memusatkan perhatiannya pada pembinaan
semangat religius ordonya.
Semboyannya yang kemudian menjadi semboyan umum
Serikat Yesus dalam melaksanakan tugasnya ialah “Ad MaioremDei Gloriam”. Ia
mendirikan banyak kolese anatara lain kolese Roma (yang kemudian menjadi Universitas
Gregoriana) dan kolese Jerman yang khusus untuk mendidik para calon imam untuk
karya kerasulan di wilayah – wilayah Katolik yang sudah dipengaruhi oelh
Reformasi Protestan.
Selama kepemimpinannya, Ignasius melibatkan imam –
imamnya dalam usaha membendung arus pengaruh Protestantisme di Eropa Utara dan
dalam Pewartaan Sabda kepada semua orang Khatolik tanpa memandang kelas sosialnya.
Ia mengutus Fransiskus Xaverius, sahabat akrabnya, dibenua Asia yang masih
kafir untuk membuka latihan baru bagi karya misioner Gereja.
Ignasius dikenal sebagai rohaniwan yang ramah kepada
sesamanya. kasih sayangnya yang besar kepada orang- orang sakit dan lemah, anak
– anak dan pendidikannya terutama orang – orang berdosa banyak sekali
membuatnya banyak kali membuatnya menangis karena memikirkan kemalangan mereka.
Karena itu ia mengunggahkan hati imam – imamnya agar dengan tulus bekerja ditengah
– tengah semua lapisan masyarakat demi menyelamatkan mereka.
Ordo Yesuit yang didirikannya dipoles menjadi sebuah
ordo religius yang bebas dari keketatan aturan hidup monasik lama yang kaku. Sebagai
reaksi terhadap kekejaman Gereja Abad pertengahan, yang melahirkan Reformasi
Protestan, Ignasius menuntut ketaatan mutlak kepada Tahta Suci dan prinsip –
prinsip khatolik. Retret yang teratur terus diupayakan sebagai sarana ampuh
bagi kedalaman spritiualitas orang – orang Kristen.
Sebelum wafatnya pada tanggal 31 Juli 1556, Ignasius
menyaksikan keberhasilan Ordonya dalam mengabdi Tuhan dan GerejaNya. Propinsi
serikat pada masa itu telah berjumlah 12 dengan 1000 orang imam dan kira – kira
100 buah biara dan kolese. Ignasius dinyatakan sebagai ‘beato’ Paus Paulus V pada
tanggal 3 Desember 1609 dan kemudian oleh Paus Gregorius XV ia dinyatakan
sebagai ‘santo’ pada tanggal 12 Maret 1622. Ignasius dinyatakan sebagai
pelindung semua kegiatan rohani oleh Paus Pius XI pada tahun 1922.